7. Hendra Hadiprana (1929- )
Arsitek satu ini karyanya berada di Hong-Kong: Ramayana Galleries Hotel Hilton dan Bank Niaga Indonesia. Bersekolah di Akademie Minerva Afdeling Architektuur, Groningen, Negeri Belanda, arsitek satu ini kemudian mendirikan Hendra Hadiprana Architech and Interior Design. Pada awalnya bergerak di bidang desain interior rumah kemudian merambah ke desain bangunan. Pada masa itu bank-bank asing selalu menyerahkan desain arsitekturnya kepada kantor konsultan ini. Selain itu karyanya juga meliputi hotel-hotel di Indonesia, klienya termasuk keluarga dekat Soeharto. Karya paling barunya yang bisa dilihat adalah Gedung Universitas Bina Nusantara dan Bandara di Kalimantan Timur.
6. Han Awal (1930- )
Karya
arsitek satu ini yang paling terkenal adalah Gedung Museum Arsip
Nasional (pemugaran), Kampus Universitas Katolik Atma Jaya di
Semanggi dan gedung sekolah Pangudi Luhur di Kebayoran Baru, Jakarta.
Arsitek ini mengenyam pendidikan arsitek di Technische Hoogeschool di
Delft, Belanda dan kemudian Technische Universitat, Berlin Barat, dan
lulus tahun 1960. Ia kemudian dikenal sebagai arsitek pemugaran
(konservationis) bangunan-bangunan tua, karya pemugarannya meliputi
Gereja Katedral Jakarta, Gedung Arsip, Gedung Bank Indonesia Jakarta
Kota dan Gereja Immanuel. Untuk sumbangannya di bidang budaya ini ia
mendapatkan penghargaan rofesor AA Teeuw, guru besar kajian budaya
Indonesia di Universitas Leiden, Belanda. Penghargaa itu diberikan dua
tahun sekali sejak 1992 kepada warga Indonesia atau Belanda yang
dinilai berjasa meningkatkan hubungan kebudayaan kedua negara
5. Soejodi Wirjoatmodjo (1928-1981)
(saya tidak bisa mendapatkan foto Pak Soejodi, jika ada pembaca yang punya bisa membantu kami)
Tahukah
Anda siapa arsitek dari gedung MPR/DPR yang sangat ikonik itu?
Soejodi Wirjoatmodjo merupakan seorang arsitek berbakat yang
memenangkan sayembara untuk desain gedung MPR/DPR tersebut (dahulu
gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces)). Ia merupakan arsitek lulusan ITB dan mengenyam pendidikan arsitek melalui beasiswa di Perancis di Ecole Superieure National des Beaux Arts, Paris dan Hoogeschool, Delft,
Belanda. Karya-karyanya antara lain Gedung Sekretariat ASEAN, Gedung
Kedubes Prancis di Jakarta, Gedung Konsulat Indonesia di Beograd,
Gedung KBRI di Kuala Lumpur, dan Stasiun PLTA di Karang Kates, Jawa
Timur. Selain itu, Soejoedi turut merancang masterplan tata kota
Kotamadya Pontianak, Kalbar, masterplan daerah pariwisata Nusa Dua,
Bali, dan masterplan pengembangan pariwisata Jawa Tengah. Warisannya
adalah membawa bentuk arsitektur non-tradisional sebagai inspirasi
arsitek-arsitek muda, rancangannya memberikan ruang interaksi sosial
tanpa mengorbankan lingkungan sekitar.
4. Ir. Ciputra (1931- )
Arsitek
satu ini dikenal bukan karena karya-karyanya tapi karena kesuksesan
usahanya, pandangan hidupnya dan sumbangannya untuk kemajuan
kewirausahaan Indonesia. Ia menyelesaikan pendidikan arsiteknya tahun
1960 di ITB. Pada tahun-tahun berikutnya ia kemudian bekerja di Jaya
Group, perusahaan daerah milik Pemda DKI. Disana karirnya melesat sampai
usia 65 tahun ia masih bekerja sebagai direksi. Dari bekerja di Jaya
Group ini ia menelorkan inovasi-inovasinya melalui kawasan Ancol. Jiwa
pengusahanya mulai bersinar ketika ia membentuk usaha bersama Sudono
Salim (Liem Soe Liong), Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim
Risjad mendirikan Metropolitan Group yang menghasilkan dua kawasan
perumahan paling ikonik di Indonesia yaitu Pondok Indah dan Bumi
Serpong Damai.
Iapun
mendirikan perusahaanya sendiri di bawah naungan Ciputra Group dan
menghasilkan berbagai macam proyek properti lainnya. Saat krisis
moneter melanda Indonesia sekitar tahun 1997 grup usahanya terlilit
utang dan mengalami kemunduran namun saat ini telah bangkit dan
kembali melakukan usaha di Indonesia dan luar negeri. Saat ini kegiatan
utamanya adalah melakukan pendidikan kewirausahaan, ia mendirikan
sekolah dan Universitas Ciputra untuk memempersiapkan lulusannya
menjadi pengusaha. Kiprah Ciputra diapresiasi oleh Museum Rekor
Indonesia (MURI) dengan memberikan dua rekor kepadanya, yakni sebagai
entrepreneur peraih penghargaan terbanyak di berbagai bidang dan
penyelenggaraan pelatihan entrepreneurship kepada dosen terbanyak
3. Achmad Noeman (1926- )
Achmad
Noeman terkenal sebagai Maestro Arsitektur Masjid Indonesia. Sudah
banyak karyanya seperti Masjid Salman ITB, Masjid Amir Hamzah di Taman
Ismail Marzuki, Masjid at-Tin Jakarta, Masjid Islamic Center Jakarta,
Masjid Soeharto di Bosnia dan Masjid Syekh Yusuf di Cape Town, Afrika
Selatan. Namun karyanya yang melambungkan namanya adalah Masjid
Salman di ITB, masjid ini berdiri gagah tanpa kubahnya. Dalam merancang
masjid ia berprinsip bahwa barisan shalat tidak boleh terpotong
sehingga dalam desain masjidnya tidak ada kolom di dalam bangunan
masjid. Ia merupakan salah satu pendiri IAI (Ikatan Arsitek
Indonesia).
2. Fredrich S Silaban (1912-1984)
Fredrich
S Silaban, karya-karyanya menghiasi ibukota Jakarta. Siapa yang tidak
kenal Monumen Nasional, Gelora Senayan dan tentunya yang paling
membangakan adalah Masjid Istiqlal. Bangunan masjid terbesar di Asia
Tenggara itu dirancang olehnya melalui sebuah sayembara dan karyanya itu
menjadi monumen toleransi di Indonesia. Mengapa? Karena Masjid
terbesar di Indonesia dirancang oleh seorang Kristen. Ia menyelesaikan
pendidikan formal di H.I.S. Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen
Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931, dan Academic
van Bouwkunst Amsterdam, Belanda pada tahun 1950. Selain Masjid
Istiqlal, Monumen Nasional menjadi hasil rancanganya (lihat daftar top
7 sebelumnya, 7 Pencapaian Arsitektur Indonesia) setelah Soekarno
memerintahkannya merancang ulang hasil sayembara sebelumnya.
1. Y.B Mangunwijaya Pr. (1929-1999)
Entah
mengapa para arsitek bisa begitu indahnya berkaya di berbagai bidang
selain arsitektur itu sendiri, apakah karena arsitektur itu seni?
Ataukah karena membangun adalah pada dasarnya dorongan spiritual
kodrati setiap manusia? Jujur sebagai seorang insinyur sipil saya agak
iri hati. Arsitek satu ini menempati posisi puncak dalam daftar ini
karena sumbanganya tidak hanya terbatas pada arsitektur namun juga
meresap ke dalam ingatan dan jiwa kita. Dalam bidang arsitektur
sendiri lulusan Teknik Arsitektur ITB, 1959 dan Rheinisch
Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman, 1966, ini
dijuluki sebagai bapak arsitektur modern indonesia. Karyanya yang
terkenal adalah Bentara Budaya Jakarta, berbagai gereja dan kawasan
pemukiman Kali Code.
Sebagai
humanis ia sangat peduli pada masyarakat kecil saat merancangan
pemukiman di bantaran Kali Code, tidak berhenti pada pembangunan fisik
namun juga pembangunan untuk memanusiakan manusia. Ia memberikan
pendampingan pada korban waduk Kedungombo sampai berhasil ke Mahkamah
Agung, untuk jasanya itu ia dicap Komunis oleh orde baru. Rohaniawan
Katolik ini menempuh pendidikan seminari pada Seminari Menengah
Kotabaru, Yogyakarta, yang dilanjutkan ke Seminari Menengah Santo
Petrus Kanisius di Mertoyudan, Magelang.
0 komentar:
Posting Komentar